mungkin di suatu sore, sambil menikmati coklat panas. kita bertukar kata. bukan tentang kita. tapi apa yang dikepala.
mungkin tentang seni. mungkin juga tentang selera musikmu yang cukup mewah bagiku.tak inginkah kau dengar celotehku mengidolakan musik keras? sajian musik proletar dan rayuan picisan.
atau tentang kecintaanmu terhadap fashion. yang ingin sekali kubongkar liar. lalu kufilosofiskan dengan vulgar.
aku dengan pikiran dangkalku kadang tak bisa mencerna sebuah gaya. mode. bagiku utilitas menguliti etika. meskipun aku bersolek, sama sepertimu. sungguh naif bukan?
tapi inilah pemuda gemini. boy.boy.boy. selalu menempatkan ambiguitas pada sisi positif keberpihakannya. yang melayang-layang. bisa kau hitung berapa banyak mungkin yang kutulis. yang dinilai plin-plan, tanpa pendirian.
sesungguhnya dibalik itu adalah peluang untuk mengerti esensi. tak ada satu sisi tanpa lawannya. tanya hatimu.
cobalah sekali kali kita bahas politik. sungguh aku tak pernah punya tambatan hati yang mampu menguliti pandangku. nah, aku ingin kamu seperti biasa dengan kalem, langsung menghunjam dan menenggelamkan pemikiranku.
membisu. apakah ini kebodohan atau kelemahan? karena tiap kali berkata aku bisu dengan tawamu. aku mati gaya. jatuh luruh hancur berserakan dengan sekali sentuhan. tak kuasa aku berdebat semalam suntuk, pun mematungku melihat senyummu.
ayolah sekali-kali kita bertengkar tentang kehidupan ekonomi di negara kita. atau tentang ketidakadilan hukum yang tiap detik berdengung di TV. ingin sekali. aku gemes, ingin sekali membuatmu terpaku melihatku mengoceh tentang negara kita. kamu akan terpana, karena tak ada sinkronisasi antara kalimat dengan mimik mukaku pastinya.
aku juga masih ingin mengajakmu berjalan-jalan ditaman. ku genggam tanganmu sambil menghitung pendar lampu kota. bernyanyi tentang mimpi indah. tentang aku. tentang kamu.
jangan dulu berpikir tentang rumah dan anak-anak. kita saja dulu. beberapa jam dalam masa muda kita. jangan terbebani dengan sumpah setia.
aku takut engkau melihatku sebagai sebuah jalan yang harus dilewati. satu-satunya jalan, yang meskipun itu, kamu gak tahu inginmu kemana. yang kamu terpaksa ambil karena cuma ada satu jalan yang ada didepan. cuma satu pilihan tanpa ada opsi menikmati manis rasamu.
aku takut ini menjadi baju seragam. yang harus kita kenakan saat sekolah. harus formal. harus dipakai untuk melanjutkan jenjang ke pembelajaran yang lebih tinggi. yang begitu ingiinnya kita lepas sehabis masa pulang sekolah.
aku tak ingin engkau menatap ini dengan perasaan bosan. pagi lagi. seragam lagi. sebuah image dengan bayangan rutinitas yang selalu ingin kita skip. pernah gak gara2 baju seragam, kita gak pengen masuk sekolah?
tapi meskipun begitu, aku yakin semua akna berjalan seperti apa yang seharusnya terjadi. dengan kun fa ya kun-NYA, ato man jadda wa jada. mungkin pernah kotor, kena tinta, baret, sobek. tapi pasti selalu kita cuci, kita cepat2 bersihkan, dan kita jahit bila perlu. yang selalu kita rapikan dan diberi wewangian. yang selalu kita rindukan ketika tiba saatnya kita lepaskan.
wallahu a'lam.
apapun itu, jadi apapun nanti, bagaimanapun itu. aku akan slalu syukuri. terima kasih. :)
Wednesday, June 22, 2011
Tuesday, June 14, 2011
CGK - JOG
Lalu kulipat kalender, ku hapus angka-angka yang berputar ini. senyummu menjadi bom waktu. setiap saat aku bisa terbujur kaku.
lindap malam ini semakin menusuk. ruang yang menyempit diisi manusia yang berlalu lalang, lalu berpendar.
macam laron, semua bermuara pada cahaya. lalu merasakan sayap mereka tanggal. dan berlari sembunyi. entah mati entah berevolusi. tapi ritualnya selalu sama. dan pengorbanan terbesar pasti pada proses regenerasi. perkawinan.
menunggu september, apakah aku alpa berdoa? pun setiap kata yang aku tahu, sudah kuhamburkan. untukmu. untukMU. mungkin ikhtiar? tapi membaca senyummu saja aku belum mampu, gimana aku bisa melukiskan mimpimu?
pria ini didewasakan aral. tak cukup sebuah pertanda. tolong sisipkan sentuhanmu, agar aku tahu itu kamu. ato cukup kau kirim senyummu, jika engkau setuju.
(sialnya kamu gak suka cowok romantis)
(terjebak di kebiadaban batavia air: June 11th 2011)
lindap malam ini semakin menusuk. ruang yang menyempit diisi manusia yang berlalu lalang, lalu berpendar.
macam laron, semua bermuara pada cahaya. lalu merasakan sayap mereka tanggal. dan berlari sembunyi. entah mati entah berevolusi. tapi ritualnya selalu sama. dan pengorbanan terbesar pasti pada proses regenerasi. perkawinan.
menunggu september, apakah aku alpa berdoa? pun setiap kata yang aku tahu, sudah kuhamburkan. untukmu. untukMU. mungkin ikhtiar? tapi membaca senyummu saja aku belum mampu, gimana aku bisa melukiskan mimpimu?
pria ini didewasakan aral. tak cukup sebuah pertanda. tolong sisipkan sentuhanmu, agar aku tahu itu kamu. ato cukup kau kirim senyummu, jika engkau setuju.
(sialnya kamu gak suka cowok romantis)
(terjebak di kebiadaban batavia air: June 11th 2011)
Thursday, June 9, 2011
untouchable goddes II
Hujan terus saja menyelimuti bumi dengan deras dinginnya..
“andaikan aku di surga, mungkin aku tak bahagia. Bahagiaku tak sempurna, bila itu tanpamu”
Terus saja terngiang lirik lagu itu. Memaksaku merindukan namamu..
“Ah, aku dulu pernah menyunting puisi untukmu”
Untouchable goddess
Lantas melentiklah engkau, karena gerakmu : batu
Yang karang adalah hatimu, nur adalah penuntunmu
Memberi kehidupan pada yang mati
Memberi sentuhan pada yang beku
Seperti beberapa tahun lalu, pagi itu hujan
Lalu engkau kirimkan pesan, “dingin”
Aku tak bisa mengeja apakah itu baik ataupun buruk
Tapi aku menggigil
Dejavu,
Mungkin belum cukup pertanda
Tapi rasa ini masih sama
Pun tak akan kucoba jejali atau sesali
Bahwa yang manis akan selalu kita yakini
Awal Mei ini ingin kutandai
Hujan tak mampu buatmu sembunyi..
Di akhir nanti pasti kulingkari
Janji ini tak pernah ingin kuingkari
Aku tiba-tiba ingin memotong kalender
Kujumpai engkau di akhir lipatan bulan
Smoga sempat kusaksikan engkau berpendar
Dan tertawa riang diatas ayunan..
…………hujan pagi awal bulan Mei, 2011.
“andaikan aku di surga, mungkin aku tak bahagia. Bahagiaku tak sempurna, bila itu tanpamu”
Terus saja terngiang lirik lagu itu. Memaksaku merindukan namamu..
“Ah, aku dulu pernah menyunting puisi untukmu”
Untouchable goddess
Lantas melentiklah engkau, karena gerakmu : batu
Yang karang adalah hatimu, nur adalah penuntunmu
Memberi kehidupan pada yang mati
Memberi sentuhan pada yang beku
Seperti beberapa tahun lalu, pagi itu hujan
Lalu engkau kirimkan pesan, “dingin”
Aku tak bisa mengeja apakah itu baik ataupun buruk
Tapi aku menggigil
Dejavu,
Mungkin belum cukup pertanda
Tapi rasa ini masih sama
Pun tak akan kucoba jejali atau sesali
Bahwa yang manis akan selalu kita yakini
Awal Mei ini ingin kutandai
Hujan tak mampu buatmu sembunyi..
Di akhir nanti pasti kulingkari
Janji ini tak pernah ingin kuingkari
Aku tiba-tiba ingin memotong kalender
Kujumpai engkau di akhir lipatan bulan
Smoga sempat kusaksikan engkau berpendar
Dan tertawa riang diatas ayunan..
…………hujan pagi awal bulan Mei, 2011.
the untouchable goddes,
tentang masa lalu
the untouchable goddes,
Begitu aku menyebutmu,
karena engkau terlalu angkuh untuk melihat kedalam hatimu.
Kau biarkan aku bermain dilayar handphonemu tapi engkau tak pernah mengijinkanku sekedar melongok ke dasar dadamu.
Sebuah hujan yang kau kirimkan ketika engkau bermain diayunan,
Cukup menyesakkan dadaku.
Seperti pungguk, aku tak pernah bisa menjejakkan kaki dalam rembulanmu,
Hanya sekarang masih menyisa sepi yang perlahan menandai rinai gerimismu.
Engkau selalu menghindar dari tatapnya angin,
Meski takkan pernah kau tahu dinginnya akan memadamkan masa lalumu.
Atau ingin selalu terbakar?
Ah engkau memang lilin.
Yang mampu meleleh demi menerangi masa lalumu
Mungki ketika sumbumu mulai padam, engkau akan tahu..
Masa lalu cuma menambah lelehan airmata.
Ketika aku sedang jatuh hati,
Engkau adalah the untouchable goddes,
Aku ingin mengawalimu dengan seikat mawar..
Tapi senyummu menerpa kering hatiku..
Aku tersipu luluh
Lantak bersama derai manis tawamu..
Lalu aku namakan engkau bintang,
Yang bersinar kemerlip..
Yang jatuh melentik..
Yang jauh menarik..
Aku memendammu didasar kata2..
Melampaui senja yang pernah aku rasa
Aku mengejamu membata bunga
Semoga malam selalu menyembunyikan wangimu,
Sebelum pagi tiba dan aku masih ingin terjaga..
Bawakan saja aku senja yang kau janjikan, dan akan kusunting mawar di sela kupingmu..
suatu waktu ketika
selamat pagi juni
Aku ingin menelpon kamu sekedar berucap rindu, tapi tampaknya pagi menyisakan resahmu semalam. Pun tak ingin kukorek lebih dalam, karena resahmu bisa menjadi lukaku. Kita tak ingin itu terburai, karena hari sudah menanti.
Lalu kukirimkan pagi dengan semangat merahmu, dan kubilang inilah kerja. Sebuah tugas calon kepala keluarga. Mulia. Seharusnya.
Masih saja aku tak bisa menggenapkan langkah, dengan sisa dingin pagi ini. Kudapati layar handphone buram, semua yang tersaji hanya lalu lalang. Tak ada yang menarik. Karena tak ada kamu.
Lalu kita akan anggap ini adalah sebuah faktor kelabilanku. Aku yang terlalu ekspresif, ato malah naïf? Ah ini cuma sensifitas berlebih bagi seorang yang akan menghadapi hari besar baginya. Mari berpikir demikian, tapi seperti pernah kubilang.
Sauh telah diangkat, layar telah terkembang, tak kan surut karena gelombang.
Bismillah,
Smoga harimu menyenangkan disana. Aku Cuma ingin dengar kabar darimu saja, tak lebih.
Lalu kukirimkan pagi dengan semangat merahmu, dan kubilang inilah kerja. Sebuah tugas calon kepala keluarga. Mulia. Seharusnya.
Masih saja aku tak bisa menggenapkan langkah, dengan sisa dingin pagi ini. Kudapati layar handphone buram, semua yang tersaji hanya lalu lalang. Tak ada yang menarik. Karena tak ada kamu.
Lalu kita akan anggap ini adalah sebuah faktor kelabilanku. Aku yang terlalu ekspresif, ato malah naïf? Ah ini cuma sensifitas berlebih bagi seorang yang akan menghadapi hari besar baginya. Mari berpikir demikian, tapi seperti pernah kubilang.
Sauh telah diangkat, layar telah terkembang, tak kan surut karena gelombang.
Bismillah,
Smoga harimu menyenangkan disana. Aku Cuma ingin dengar kabar darimu saja, tak lebih.
Subscribe to:
Posts (Atom)