Monday, April 23, 2018
six years of broken heart
TIPS MOVE ON: ENAM TAHUN UNTUK PATAH HATI
Jadi sebenarnya baru beberapa minggu ini saya dikenalkan oleh sahabat saya dengan mojok. Setelah membaca beberapa artikel, saya seperti terperangah. Kalau biasa dalam tab browser saya adalah portal berita nasional 2 tab dan sisanya adalah portal e commerce dan beberapa blog otomotif maka, asuu tenan.. ini adalah media yang saya harus tau. Bahasanya lugas, opini dan idealisme disajikan dengan jenaka, artikelnya disadur dengan ceria dari kehidupan sehari-hari yang akhir akhir ini penuh dengan orang yang serius dan gampang membara.
Dari situ saya tergelitik, bisa nggak sih saya menulis seperti gaya bahasa Mas Arman Dhani yang sedemikian lugas mengkomentari siapapun yang layak dia komentari tanpo tedheng aling aling. Sayang sekali saya bukan bagian dari rekan penggiat idealisme moral yang begitu bersemangat melahap buku filsuf yang tersohor. Bukan pula sesosok Mas Agus yang pandai menyelami hati kaum waria, eh wanita. Tapi apalah awak yang cuma kebetulan salah jurusan di salah satu fakultas yang sering diidentikkan dengan tempatnya pemuda pemudi riang gembira. Yang sedemikian yahud komunitasnya sampai katanya dulu awal waktu saya masuk kuliah, “U*M nggak papa, yang penting sastra”.
Ndilalah kersaning gusti Allah, saya lulus diploma 3 dalam waktu yang relatif cukup mencengangkan karena di ijazah tertera tanggal sekitar Februari 2009, meskipun saya masuk periode tahun 2002. Waktu yang sebenarnya cukup untuk mengejar gelar magister, bekerja mapan (PNS?) dan menikahi wanita idaman sesuai dengan cita cita luhur semasa menempuh pendidikan menengah jaman dulu sesuai dengan keinginan mayoritas orangtua pada jaman saya sekolah.
Untuk itu saya beranikan diri untuk berkontribusi melalui sudut pandang yang mungkin banyak mainstreamnya.
Oke, cukuplah saya menceritakan background saya (kowe ki sopo suu)”. Sebenarnya tokohnya adalah sahabat sejati saya, karena sejak kuliah sampai sekarang kebetulah dia lah satu-satunya yang intens berkomunikasi dalam hal apapun termasuk issue per”hati”an. Iyap, itu adalah masalah utama yang seirng kami bahas akhir akhir ini. Bagaimana teknik untuk bisa move on dalam tempo yang sesingkatnya dengan biaya murah dan efektif.
Saya sempat membuat blog yang salah satu bagian isi ceritanya adalah menceritakan pasangan yang sedang kasmaran. Mengenai pasangan Ini, sahabat saya bukanlah Donwori yang suka mencari Sephia dan mengabaikan Karin seperti kisah asmara di sebuah kolom media milik seorang yang saya kagumi yang kini menjadi tersangka dalam kasus korupsi yang saya nggak tahu kebenaran hakikinya. Temen saya sebut saja Kumbang awal 30an tahun, alumni salah satu jurusan yang salah jurusan di fakultas yang sama dengan saya, meski bukan sesalah saya. Dia tipikal pria Virgo yang selalu setia dan berkomitmen tinggi untuk menjaga hatinya dan pasangannya.
Singkat kata, setelah 6th berhubungan hati dengan pujaannya sebut saja Bunga, sekitar akhir 20an tahun. Akhirnya pasangan ini sepakat, dan tentu saja atas inisiatif si Bunga lebih tepatnya (kapokmu kapan lek!) yang meminta Bung Kumbang untuk mengakhiri kisah cinta mereka.
Jujur saya ndak terlalu surprise sebenarnya karena sejak 2th yang lalu saya sudah menyarankan Bung Kumbang untuk mengakhiri hubungan hati tersebut karena beberapa hal berikut.
• Sejak terpisah jarak, Dek Bunga dan Bung Kumbang memang intens komunikasi, tapi komunikasi yang sudah jadi ritual yang nggak lagi sakral. Yang cuma nanya bagaimana harimu, kemana aja hari ini, sudah makan belum, sudah mandi belum, sudah pipis belum, sudah ngupil belum? Tak ada yang lebih berharga selain kehadiran fisik dan hati disamping pasangan. Serius Bro Sis, sepandai-pandainya anda nggedabrus, tapi dalam tempo setahun dua tahun habislah sudah bahan pembicaraan, berganti dengan penyelidikan atas aktivitas masing masing. Perasaan profile di WA online kok nggak dibaca chat-nya?, opo chat ma yang lain? Perasaan libur kok nelpon cuma sak nyuk, opo yo pergi ma yang lain? Perasaan waktunya tidur kok masih WA masih on aja tanpa ada kabar?. Jadi setelah beberapa tahun berlalu masing masing berubah menjadi detektif.
• Perubahan komunitas sosial dan profesional. Dek Bunga yang bergaul dengan kaum elitis berpendidikan tinggi nan mapan, sementara Bung Kumbang bergelut dengan kerasnya hidup di lapangan. Mau nggak mau, pelan tapi pasti pola pikir berubah. Ekspektasi dek bunga maupun keluarganya terhadap profile pendamping hidup akan berubah. Yang tadinya oke saja dengan profile Bung Kumbang, mulai membandingkan dengan profile komunitas sekitarnya. Keluarga mulai menaruh harapan yang tinggi terhadap Dek Bunga. Kok nggak sama mas itu saja to nduk? Kamu nunggu sukses dulu kalo mau nikah ya nduk? Kamu serius sama bung Kumbang? Begitu, mungkin pernyataan dan pertanyaan terlempar dari sudut keluarga.
• Pernyataan dek Bunga bahwa hanya akan menikah setelah kakaknya yang notabene laki laki untuk menikah lebih dulu. Lha namanya laki laki biarin aja rek, kalau kakak perempuan itu emang pamali ngelangkahin. Di usia yang menginjak sweet 27, dek bunga kalau di kampung pastilah sudah ada tuntutan untuk mempunyai pendamping hidup. Setiap hubungan ikatan cinta kasih, cielah.. pasti muaranya akan ke jenjang pernikahan. Tapi menginjak tahun ke empat kok nggak ada sinyal kesana, adalah sesuatu yang misteriyes sodara sodara. Dan akhirnya terjadi juga, tahun ke-6 kandas. Jadi kesimpulan saya, lebih sebagai konsekuensi dari faktor sebelumnya. Sangat disayangkan karena investasi moril dan materiil yang tidak sedikit. Mungkin kalau digenapkan 9th akan menyaingi lagunya Crossbottom: “Sembilan tahun lamanya, tak kuduga jadi sia sia”
Dari situ ada hikmah yang bisa kita ambil, bahwa apapun makannya minumnya tetep teh kaleng songkro. Nah tips dari saya untuk mengakomodir menu di mojok, ada beberapa kiat yang bisa dilakukan untuk mengatasi patah hati yang berlarut larut.
• Lakukan hal hal baru yang belum pernah dilakukan selama menjalani kehidupan berpasangan kalian selama ini. Jika selama ini sukanya baca buku, cobalah travelling. Kalau travelling ingat si mantan, cobalah naik gunung. Kalau naik gunung inget gunungnya.. eh inget lagi tentang mantan yo apapun itulah, try something new!
• Coba bergabung dengan komunitas baru. Jika sebelumnya mau gabung komunitas penggemar miyabi tapi terkendala mantan, cobalah untuk bergabung mumpung belum ada yang terang terangan mendeklarasikan diri. Bukan itu yah pemirsah, coba carilah komunitas yang lebih positif. Komunitas seni, komunitas olahraga, komunitas sains, sampai komunitas religi. Yang penting suasana baru ketemu orang baru, siapa tahu jodohmu ada disitu?
• Deaktivasi medsos. Sebenarnya ini cara kurang elegan, mengingat akan reaksi teman relasi sanak famili, “tipis lur, putus wae ndadak ngilang” tapi buat apa boleh. Daripada terus menerus menerima update yang akan merewind memori daun pisang, maka lebih baik mengurangi sumber bapernya. Tapi kalau mau lebih nggrantes, cobalah stalking medsos mantanmu, coba temukan hal baru yang dia lakukan tanpamu. Apakah akan bisa mudah move on? Tentu saja tidak mbloo..
• Lampiaskan kesakitanmu dalam hal yang lebih positif. Lupakan Om johny walker, Lupakan Pakde Jenggot, Lupakan Jalan Pajeksan. Pergi dan carilah kebahagiaanmu sendiri. Halah. Cobalah untuk mengarang buku tentang sakitnya patah hati. Cobalah untuk menulis puisi tentang pahitnya kenangan. Bikin lagu, bikin kue, bikin lukisan, bikin furnitur, bikin desain, bikin aplikasi, bikin robot, bikin roket, asal nggak bikin bom sama bikin narkoba aja.
• Mendekatkan diri kepada tuhanmu. Pergilah ke masjid, pergilah ke gereja, pergilah ke vihara, pergilah ke pura, pergiii kalian semuaa dari hidupku. Hahaha.. Nggak gitu bro, setidaknya selain dapet pahala, siapa tahu jodoh yang disiapkan tuhanmu menanti disudut rumah tuhanmu. Isnt it nice, to heal it with god’s choice?
Tapi anyway, semua itu tergantung pada niat kita untuk move on. Kalo anda cowok jangan menye menye, koen ki lanang cuk. Uakeh wedokan ngenteni ning njobo kono!