"mencari kelabu"
mencarimu dipinggir sungai,
aku mendapati
Pak tani membasuh kelaminnya yang luka…
air matanya bercucuran meracuni arus..
Berderak derai tawanya memecah tebing..
aku ingin air yang merah..
Ilalang menyembunyikan kolornya yang renta…
ah..
kusimpan sebagai hadiah ulang tahun si bungsu..
Batu-batuan masih sibuk membelah banyu yang seperti angin…
dirasanya dingin
membalut…
Ikan-ikan menghitung bunyi gemericik yang basah…
Oleh abu…..
Aku ingin memelukmu… oh kayu yang tua… agar gigilmu berkurang… tapi akupun sepi…
Telanjang…
Aku sepimu… temeramkah kau di sudut hati…
Oh gadis yang menyimpan sunyi di saku celana…
aPakah yang membuatmu menundukkan senyum…
Lalu kau mengeja namaku…
Begitu manis…
Aku ingin juga mengecapmu.. seperti angin..
Aku ingin mengeja namamu..
Aku ingin menundukkan senyummu, lalu kusimpan di saku celana..
……………………….dan akupun mengerti…040406
.....................................
aku baru saja memetik mu..
buah lime yang..
memetik senyumku..
.........................................
break…
ada orang yang datang dan pergi…
menyesapi pahit yang keluar melalui mulutnya…
lalu duduk dan berdiri…
menjilat senyap yang masih terendap di bibirnya..
memandangi secangkir kopi yang tersaji…
apakah semua kata terdengar maknanya….?
Bercengkrama dengan tembok yang kosong..
Menatap buku yang bercerita tentang waktu menjadi batu..
Lalu sampai tetes terakhir,
Memesan sunyi yang sendiri..
Lalu bertanya…
apakah aku kenal setumpuk biji kopi ini?
atau Cuma ketawa yang mencederai penglihatan kita?
Menantangangin..
Berlariku mendaki puncak resahmu…ada yang melingkar menggenggam sedikit rasa dari bumi.. lalu tersadarku berada di atas awan… tempat engkau menjerang air lalu kau tumpahkan begitu saja di atas tanah kami.. ada burung-burung yang berlarian kehilangan sayapnya… lalu bersembunyi di balik lampu merah yang menyala… ah pesawat pun berhenti mengantri menunggu datangnya hijau.. tanpa takjub kau sibakkan setiap jengkal rambutku yang berdiri menyentuhmu.. semua yang berputar bagaikan tong setan yang senantiasa diceritakan ibu waktu kecil…
Lalu kucoba menjambakmu… tapi engkau selalu surut di hempas menit… aku terpaku melayang di pusarmu… kugigit dengan taringku… engkau mengelak liuk gemulai dan menertawakanku… aku terpaku… engkau terlalu aku… 070406
bapa angin ibu awan
Ah engkau cha…
Aku baru saja akan datang membawakanmu secawan anggur yang kita tenggak bersama… engkau tak rasa?
Bapa agin ibu awan..
Engkau menanam hujan di pekarangan.
Benihnya kau ambil dari mata air; air mata..
Sembari bersenandung kau hunjamkan dia tepat di sudut yang paling luka…
Aku datang rabu pagi kepagian..
Setelah kubuka pagar hujanmu langsung menyapaku..
Ah, jas yang kemarin kita beli di alun-alun basah sudah..
Ah, hujanmu cepat besar…
Tinggi hitam kekar… lalu sesekali melamparkan petir diatas kisah kita..
Ah…
Kau beri pupuk cinta?
Tapi kulihat ada yang masih kecil.. malu-malu sambil mengisap pentil
Gaunnya merah muda berenda..
Aku ingin menyapanya..
“aku tak punya bapak… katanya..”
seperti suatu waktu kita tumpahkan noda atasnya..
ada yang sudah puber agaknya… namun aku tak tahu berjenis kelamin apakah hujan itu..
Cuma kulihat bulu pubis menutup senja di selangkangannya..
Ah… aku tahu.. ia agak kebarat-baratan
Kulihat dari cara berpakaiannya yang mengundang setan masuk kedalam..
Kapan kau kenalkan aku pada mereka..?
Aku tak sabar berkata..
“akulah yang menanam sifat pada ragamu, nak”
4027421121113…
Suatu saat pasti akan kugenggam seluruh katamu..
Kusimpan disaku,
Kutiup seperti abu…
Dan tak ada ruang untuk rindu… sumpah deh…
Akan kutiup seperti abu..
Aku datang menyeka keringat yang perlahan mengaliri otakmu…
Aku tahu engkau senang berpeluh, tapi ijinkan aku menyekanya… sekali saja…
Lalu kaupun tahu… setidaknya suatu waktu..
Aku ingin menjadi batu di hatimu..