saat yang lain mengisyaratkan pertanda, aku asyik menulis prosa. sebuah tulisan yang setiap orang akan paham. tak juga pun akan kutulis bahasa yang susah.
"hidup sudah sulit, jika membaca karya seseorang saja membutuhkan intelektualitas tingkat tinggi, apasih esensi seni?"
ketika abstraksi lukisan, desain, bahkan karya sastra begitu dijunjung tinggi. kepada siapa menghadirkan karya? aissh, aku yang tak paham seni bukan mau menimbulkan justifikasi. pun aku pernah bangga, menghadirkan kata-kata agar terlepas dari maknanya. membentuk opini sendiri, mencoba differensiasi bahasa, menolak generalisir makna. egois pasti, memaksa orang menerima apa yang kita hadirkan, tanpa memberitahu esensinya.
adakah kita pernah memikirkan entitas lain ketika kita berkarya? setidaknya untuk mengerti apa yang kita sampaikan. ataukah kita hanya memenuhi ego kita, mengekspresikan seluas2nya, bebas tanpa mau terikat dengan perasaan orang lain. pun ketika chemistrynya sama, maksud pesan kita akan sampai.
apakah karya yg mudah dipahami selalu disebut komersil? mayoritas? mainstream?
ah, buset dah.
kayak aku ini bisa berkarya aja. sok sok tahu.
tar dilanjutin lagi, ada kerjaan lagi.